src="http://blogtegal.googlecode.com/files/cursor_biru.js" type="text/javascript"/>

G
u
e
s
t


B
o
o
k

ShoutMix chat widget

Mw Guest Book yg Seperti ini..??
Klik di Membuat Show Hide floating Guest Book

Sabtu, 22 Oktober 2011

syi'ah

SYI’AH

1.    Pengertian
Bahasa : pengikut, pendukung, partai, atau, kelompok. Sedangkan secara terminologi adalah sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan kegunaannya selalu merujuk pada keturunan Nabi SAW atau orang yang disebut sebagai ahli al-bait. Point penting dalam doktrin syiah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama itu berasal dari ahl-al bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl-al bait atau para pengikutnya.
Menurut Thabathbai, istilah syi’ah untuk pertama kalinya ditunjuk pada para pengikut Ali (Syi’ah Ali), pemimpin pertama ahl al bait pada masa Nabi Muhammad SAW para pengikutnya diantaranya adalah Abu Dzar Ghiffari Miqod bin Al-Aswad dan Ammar bin Yasir.
Pengertian bahasa dan terminologis diatas hnaya merupakan dasar yang membedakan syi’ah dengan kelompok islam yang lain. Di dalamnya belum ada penjesan yang memadai mengenai syi’ah berikut doktrin-doktrinnya.  Meskipun demikian, pengertian diatas merupakan titik tolak penting bagi madzab syi’ah dalam mengembangkan dan membangun doktrin-doktrinya yang melputi segala aspek kehidupan, seperti imamah, taqiyah, mut’ah, dan sebagainya.

2.    Asal-usul
Tentang asal-usul kemunculan syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir pemerintahan Usman bin Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pewmerintahan Ali bin Abi Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar. Muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok mendak sikap Ali (Khawarij).
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menlak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib  yang  berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW, pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad SAW diperintahkan menya,paikan dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang luar biasa besar.
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumum. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali), tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitasnya berbicara lain.
Berlawanan dengan harpan mereka, ketika nabi wafata dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi dan  beberapa sahabat masih sibuk dengan  persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memcahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bias berubah lagi (faith accomply)
Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum  muslimin yang menentanga kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya. Kaum inilah yang disebut dengan kaum syi’ah.
Dalam perkembangan selain memperjuangkan hak kekhalifahan ahl-al bait dihadapan dinasti Ammawiyah dan Abbasiyah, syi’ah juga mengembangkan doktrin-doktrinnya sendiri. Berkitan dengan teologi, mereka mempunyai Lima rukun iman, yakni tauhid (kepercayaan kepada kenabian), Ma’ad (kepercyaan akan adanya hidup diakhirat), imamah (kepercayaan terhadap adanya imamah yang merupakan ahl-al bait), dan adl (keadaan ilahi). Dalam ensiklopedi islam Indonesia ditulis bahwa perbedaan antara sunni dan syi’ah terletak pada doktrin imamaah. Meskipun mempunyai landasan keimanan yang sama, syi’ah tidak dapat mempertahankan kesatuannya. Dalam perjalanan sejrah, kelompok ini akhirnya tepecah menjadi beberapa sekte. Perpecahan ini terutama dipicu oleh masalah doktrin imamah. Diantara sekte-sekte syi’ah itu adalah Iesna Asy’ariyah, Sab’iyah. Zaidiyah, dan Ghullat.

Buku    : Ilmu Kalam untuk UIN, STAIN, PTAIS
Dr. Abdul  Rozak, M.Ag
Dr. Rosihon Anwar, M.Ag
Pustaka setia


ALIRAN SALAF DAN KHALAF
A.    Imam ahmad ibn hanbal
1.    Riwayat  singkat hidup Beliau
Imam Ahmad Ibn Hanbal  lahir di kota Baghdad pada tahun 164 H/789M dan beliau wafat pada tahun 855 M. Beliau merupakan seorang tokkoh pendiri Mdhab Hanbali. Ibunda beliau beernama  Maimunah  binti Abdul Mallik. Sedangkan ayah beliau bernama Nuhammad bi Hanbal.  Imam Ahmad bin Hanbal ini masih satu nashab dengan Rosulullsh SAW yaitu pada keluarga Nizar. Ayah beliau sudah meninggal saat beliau masih remaja. Namun  ayah beliau telah membeali beliau dengan pelajaran  tentang Al-Qur’an semenjak beliau masih  kecil. Pada usia 16 tahun beliau belajar ilmu agama  dan ilmu-ilmu Al-Qur’an kepada para ulama’ Baghdad, Syam, Basrah, Yaman, Makkah dan Madinah.diantara guru-guru beliau adalah Hammad bin Khalid, Ismail bin Aliyah, Muzaffar bin Mudrik, Walid bin Muskin, Muktamar bin Sulaiman dan masih banyak yang lainya lagi. Dari guru-guru  beliau diatas Imam Ahmad bin Hanbal mempelajari ilmu-ilmu Fiqih, Hadits, Tafsir, Kalalm,  Ushul dan Bahasa Arab.
Imam Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai orang yang sangat zahid dan juga dermawan dan juga sangat teguh terhadap pendirian. Karena hal inilah ketika kholifah Almakmun menngembangkan madhab Mu’tazilah, Beliau menjadi Mihnah (inqueitition), karena tidak mau mengakui atau menurut pada pemerintahan yang mengharuskan atu yang mengembangkan faham Muktazilah yang berhubungan dengan Al-Qur’an itu Huduts (makhluk). Akibatnya Beliaupun dipenjara beberapa kali ketikka masa kekholifahan Al Makmun, dan terus berlanjut ke masa kekholifahan Al muqtasyir dan Al watsiq yang menggantikan khoifah Al Makmun. Baru ketika kekholifahan dipegang oleh  Al Mutawakkil beliau bisa menghirup udara kebebasan dan dimulyakan oleh pemerintah terutama kholifah.
2.    Pemikiran Imam Ahmad Ibn Hanbal
a)    Pemikiran Beliau Tentang Ayat-ayat Mutsyabihat
Dalam hal semacam ini Imam Ahmad bin Hanbal lebih menggunakan atau lebih menerapkan  pendekatan Lafdhi daripada pendekatan ta’wil. Hal ini terbukti ketika beliau ditanya mengenai penafsiran beliau terhadap ayat Mutsyabihat berikut ini:
Arrahmaanu ‘ala arsyistawa (thoha: 05)
Artinya: (Yaitu) Tuhan yang  Maha pemurah, yang bersemayam diatas ‘arsy”.
Jawaban beliau atau penafsiran beliau terhadap ayat ini adalah sebagai berikut:
 ......................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................
“Istawa pada ‘arsy terserah pada Allah dan bagaimana saja Dia kehenndaki  dengan tiada batas dan tiada seorangpun yang bisa meyifatinya”.
Dari jawaban-jawaban belliau diatas dapat ditarik kesipulan bahwa beliau adalah lebih senang atau lebihh nenerapkan pendekatan lafdhi daripad ta’wil.
b)    Pemikiran Beliau Tentang Status Al-Qur’an
Hal inilah masalah teologis yang dihadapi oleh Ahmad  Hanbal  yaitu masalah status Al-Qur’an, yaitu  apakah Al-Qur’an itu Qodim ataukah Huduts. Hal ini pulalah yang menyebabkan Beliau dipenjara beberapa kali ketikka masa kekholifahan Al Makmun, dan terus berlanjut ke masa kekholifahan Al muqtasyir dan Al watsiq yang menggantikan khoifah Al Makmun. Karena keyakinan beliau yang begitu kukuh mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah Qodim.


Rabu, 19 Oktober 2011

Ahlusunnah Waljamaah


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada era zaman akhir ini bermunculan Aliran-aliran yang beraneka ragam corak dan warnanya. Dimana masing-masing aliran mengklaim bahwa golongan merekalah yang paling benar.
Memang hal ini sudah disabdakan oleh Baginda Rosululloh SAW,bahwa umatnya nanti akan terpecah menjadi 73 golongan. Dan hanya satu yang selamat dan akan masuk syurga.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui ciri-ciri golongan yang di janjikan Rosulullah. Agar kita selamat. Atas dasar inilah, saya akan membahas tentang golongan yang setia pada Rosulnya dan sahabatnya yang kita kenal dengan golongan ASWAJA.
B.     Rumusan Masalah
1.         Apakah pengertian Ahlus Sunnah Wal Jama’ah
2.         Siapakah Aliran-aliran ASWAJA?
3.         Apa sajakah Ajaran-ajaran ASWAJA?
4.         Apa sajakah doktrin-doktrin ASWAJA?
5.         Bagaimana metodologi pemikiran ASWAJA?

















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ahlussunah Wal jama’ah
1.      Ditinjau dari ilmu bahasa (lughot/etimologi), Ahlussunah Wal Jama’ah berasal dari kata-kata:
a.       Ahlu                : Kaum.keluarga atau golongan
b.      Assunnah        :
1)        Ucapan nabi muhammad  SAW
2)        Tingkah laku, kebiasaan, atau perbuatan nabi muhammad SAW
3)        Persetujuan atau slkap nabi muhammad SAW, mendiamkan ucapan atau tingkah laku seseorang pada zaman nabi.
c.       Wa                   : kata sambung yang berarti “dan”
d.      Al jama’ah       : Kumpulan atau kelompok
2.      Di tinjau dari segi istilah ( terminologi), Ahlussunah berasal dari hadits-hadits nabi SAW antara lain:

والذي نفس محمّد بيده لتفترق أمتي على ثلاث وسبعين فرقة, فواحدة فى الجنة وثنئان وسبعون فى النار, قيل:من هم يارسول الله ؟قال:هم اهل السنة والجماعة,(رواه الطبرنى)
Demi tuhan yang jiwa Muhammad ada dalam genggamanNya, umatku akan bercerai berai ke dalam 73 Golongan. Yang satu masuk syurga dan yang 72 masuk neraka. Ditanyakan:”siapakah mereka(golongan yang masuk surga itu), wahai Rosulullah?”. Beliau Menjawab: “mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah”,(HR, Thabrani)

تفترق هذه الامة على ثلاث وسبعين فرقة الناجية منها واحدة وا لبلقون هلكى قالو ومن الناجية؟قال           اهل السنة والجماعة قيل وما السنة والجماعة ؟قال ماا ناعليه اليوم واصحابي
Umat ini nantinya juga akan terpecah menjadi 73 sekte, satu yang selamat, yang lainnya dalam kerusakan. Sahabat bertanya,Siapa yang selamat?” Nabi menjawab: “Ahlus sunnah Wal Jama’ah”. Mereka bertanya kembali: “siapa Ahlus Sunnah Wal Jama’ah?” Jawab nabi:”Adalah apa yang aku dan sahabatku praktekkan hari ini”.

Dalam buku lain di jelaskan:”Ahlus sunnah Wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang selalu berpegang teguh pada kitab allah ( al-qur’an) dan susunah rosul,serta para sahabat Nabi SAW, Melaksanakan petunjuk dari al-qur’an dan sunah rosul tersebut.[1]
Faham atau aliran ASWAJA dalam bidang:
a.       Aqidah Islamiah, mengikuti faham atau madzab dari imam Abul Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi
b.      Fiqih, mengikuti salah satu dari madzab yang empat, yaitu: Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali
c.       Tasawuf, mengikuti thariqah dari Imam Abul Qosim Al Junaid Al Baghdadi, Imam Ghozali.
Sehingga apabila di ucapkan secara mutlak kata-kata ASWAJA maka kita tidak dapat menunjuk kecuali orang-orang tersebut di atas.[2]

B.     Aliran – aliran ASWAJA
1.      Biografi Al-Asy’ari
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Al-Hasan Ali Bin Ismail bin Ishak bin Salim bin Isma’il bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abu Musa Al-Asy’ari. Menurut beberapa riwayat, Al- Asy’ari lahir di Bashar pada tahun 260 H/875M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dan wafat di sana pada tahun 324 H/935M. 
      Menurut Ibn Asakir, ayah Al-Asyr’ari adalah seorang yang berfaham Ahlussunah dan ahli hadis. Ia wafat ketika Al-Asy’ary masih kecil. Sebelum wafat, ia berwasiat kepada seorang sahabatnya yang bernama Zakaria bin Yahya As-saji agar mendidik As-Sy’ary. Ibu As-Asy’Ari, sepeningal ayahnya, menikah lagi dengan seorang tokoh Mu’tazilah yang bernama Abu Ali Al- Jubba’i ( w. 303 H/915 M), ayah kandung abu Hasyim Al-Jubba’i (w. 321 H/932 M). Berkat didikan ayah tirinya itu, Al-Asy’ari kemudian menjadi tokoh Mu’tazilah. Ia sering mrngantikan Al- Jubba’i dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah.
      Beliau menganut faham mu’tazilah hanya sampai berumur 40 tahun. Setelah itu tiba-tiba ia mengumumkan di hadapan jama’ah masjid bashroh bahwa dirinya telah meninggalkan faham mu’tazilah dan menunjukkan keburukan-keburukannya,menurut ibn asakir hal itu di latar belakangi karna beliau bermimpi bertemu nabi sebanyak 3 kali, pada malam ke-10, 20,dan 30 dalam bulan romadhon. Dalam mimpinya itu rosulullah memperingatkan agar meninggalkan paham mu’tazilah dan membela faham yang telah di riwayatkan beliau.
Ø  Doktrin-doktrin Teologi Al-Asyari
Pemikiran-pemikiran Al-Asy’ari yang paling terpenting adalah berikut ini:
a)      Tuhan dan Sifat-sifatnya
b)      Kebebasan dalam berkrhendak
c)      Akal dan Wahyu Dan kriteria Baik dan Buruk
d)     Qodimnya Al-Qur’an
e)      Melihat Allah
f)       Keadilan
g)      Kedudukan orang yang berdosa[3]
2.      Biografi Al-Maturidi
Abu Mansyur al-Maturidi Nama lengkapnya ialah Abu mansur Muhammad bin Muhammadbin Mahmud al-Hanafi al-Mutakallim al-Matu-ridi al-Samarkhandi.[4] Beliau dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di daerah samarkand, wilayah Trmsoxiana di Asia Tengah, daerah yang sekarang di sebut Uzbekistan. Tahun kelahirannya tidak diketahui secara pasti, hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3 Hijriah. Ia wafat pada tahun 333H/944 M. Gurunya dalam bidang fiqih dan teologi bernama Nasyr bin  Yahya Al-Balakhi. Ia wafat pada tahun 268H. Al-Maturidi hidup pada masa khalifah Al-Mutawakkil yang memerintah tahun 232-274/846-861 M.
Ø  Doktrin-doktrin Teologi Al-Maturidi
a) Akal dan Wahyu
b)                         Perbuatan Manusia
c) Kekuasaan dan Kehendak Mutlak Tuhan
d)                         Sifat Tuhan
e) Melihat Tuhan
f)  Kalam Tuhan
g)                         Perbuatan Manusia
h)                         Pengutusan Rasul
i)   Pelaku Dosa Besar[5]
C.    Ajaran-ajaran ASWAJA
1.      Sifat Tuhan
Menurut mu’tazilah Tuhan tidak mempunyai sifat. Sebab jika tuhan mempunyai sifat, pasti sifat itu kekal seperti tuhan. Berkaitan dengan masalah tuhan Al-Maturidi dan Al-Asy’ari sependapat. Tapi walaupun begitu al-Asy’ari mengartikan sisat tuhan sebagai sesuatu yang bukan dzat, melainkan melekat pada dzat itu sendiri. Sedangkan al-Maturidi sifat tidak dikatakan esensiNYA dan bukan pula dari esensi NYA.
2.      Melihat Tuhan di akhirat
Mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan tidak bisa di lihat.surat al an’am 103. Menurut al Asy’ari manusia dapat melihat tuhan di akhirat sebagaimana arti lahir surat qiyamah 22-23. Al-Maturidi sependapat dengan Beliau. Jalan pikiran Al-Maturidi bahwa melihat Allah itu ihwal di Akhirat, dimana hanya ilmunya yang menentukan bagaimana cara dan keadannya.
3.      Perbuatan dosa besar
Bahwa setiap orang mukmin tidak kekal di neraka di sepakati seluruh ulama islam, Menurut kaum mu’tazilah pembuat dasa besar yang tidak sempat bertaubat sebelum meninggal dunia tidak di pandang mukmin tapi tetap muslim. Menurut Maturidi dan Asy’ari hukumnya di serahkan kepada Allah, apakah dia diampuni,mendapat syafa’at nabi atau di siksa sesuai perbuatannya. Dan tidak kekal di neraka.
4.      Perbuatan Manusia
Mu’tazilah bahwa manusi itulah yangmenciptakan perbuatannya sendiri, dan bebas memilih yang baik dan yang buruk, karana segala sesuatunya akan di tanggung sendiri. Asy’ari manusia dalam kelemahannya bergantung pada kehendak dan kekuasaan tuhan. Maturidi sependapat dengan asy’ari.
5.      Perbuatan Allah
Orang-orang Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah tidak di ketahuinya. Karna ia tidak bertanggung jawa terhadap apa yang di perbuatnya. Sedangkan manusia bertanggung jawab.Mu’tazilah, Allah berbuat karna ada tujuan maksud tertentu. Maturidi Allah itu suci (munazzah) dari sia-sia. Dan karna itu perbuatannya sesuai dengan tuntutan hikmah.
6.      Al-Qur’an
Mu’tazilah mengingkari adanya sifat bagi Allah yang namanya kalam, yang bebas dari dzat atau bukan dzat. Asy’ari bahwa al-Qur’an tidak berubah, tidak di ciptakan, bukan makhluk dan tidak baharu. Maturidi, Kalamullah itu adalah makna yang melekat pada dzat Allah, dan karna itu ia adalah salah satu sifat yang brhubungan dengan dzatnya.
7.      Kekuasaan mutlak tuhan dan keadilan tuhan[6]
D.    Garis-garis Besar Doktrin ASWAJA
Bahwa ajaran islam itu terdiri dari 3 macam :
1.      Doktrin keislaman, yang digunakan untuk membimbing manusia selaku makhluk yang mempunyai nafsu
2.      Doktrin keimanan, yang digunakan manusia untuk membimbing manusia selaku makhluk yang mempunyai akal pikiran
3.      Doktrin keihsanan, yang digunakan untuk mmbimbing manusia selaku makhluk yang mempunyai budi pekerti /hati nurani
Ke-3 ajaran islam tersebut di namakan fitrah munazaah,sedangkan nafsu,fikiran dan hati nurani di namakan fitrah mukhalaqoh.
                       
E.     Metodologi Pemikiran (Manhaj Al-fikr) ASWAJA
Jika kita mencermati doktrin-diktrin paham ASWAJA, baik dalam aqidah(iman), Syari’at(islam), ataupun Akhlak (ihsan), maka bisa di dapati sebuah metodologo islam di antaranya:
1.      Tasawuth (moderat)
Taswuth adalah sikap tengah yang tidak cenderung ke kanan atau ke kiri dan mengambil solusi yang paling baik. Hal ni di dsarkan pada firman Allah:




2.       Tawazun (berimbang)
Tawazun adalah  sikap berimbang dan harmons dalam mengintegrasikan dan mensinergikan dalil- dalil (pijakan hukum) pertimbangan – pertimbangan untuk memutuskan sebuah keputusan dan kebijakan prinsip menhindari yang serba kanan dan kiri. Seperti firman Allah:



3.      Ta’adul ( netral dan adil)
Adalah sikap adil dan netral dalam melihat /menimbang, menyikapi dan menyesesaikan segala permasalahan. Apbala dalam realitasnya terjadi tafdlul (keungulan) maka keadilan mununtut perbedan dan pengutamaan (tafdllil)
ياايّهااّلذين أمنواكونواقوّامِين للّه شهداء باالقسط ولا يحرمنّكم شنأن قومٍ عَلَى اَلاَّ تعِدلوا اعدلوا هواَقْرب للتَّقوى
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan ( kebenaran) karena Allah, menjadi saksi  dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah  karna adil itu lebih dekat kepada taqwa.(Al-Maidah:9)

4.      Tasamuh
Sikap  toleran yang bersedia menghargai terhadap segala kenyataan, perbedaan dan keanekaragaman, baik dalam pemikiran, keyakinan, sosial kemasyarakatan, suku, bangsa, agama, tradisi budaya dll.
ياَايّهاَالنَّاس انّا خلقنا كم من ذَكرٍوَاُنثَى وجعلناَكُم شُعُوبًا وقبَائلُ لِتَعَارفُوا انّ أكرمكم عِند اللهِ اتقَاكُم,
 Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.(QS. Alhujurat:13)
F.      Tujuan ASWAJA
1.      Mengamalkan Ajaran Rosulullah SAW semurni-murninya.
2.      Mengikuti jejak para sahabat dalam mengambil keputusan-keputusan suatu perkarayang tidak di temukan dalam Al-qur’an dan Al-hadits.
3.         Mengedepankan Akhlaul karimah dalam setiap tindakannya.
4.         Khusus untuk golongan ASWAJA di Indonesia, ingin menjadikan bangsa indonesia, bangsa yang bermaartabat di mata dunia juga di hadapan Allah SWT
5.        Ingin menjadi khairul ummah dalam ridho Allah SWT


















BAB III
KESIMPULAN
A.    Pengertian ASWAJA
Ahlus sunnah Wal Jama’ah adalah golongan umat islam yang selalu berpegang teguh pada kitab allah ( al-qur’an) dan susunah rosul,serta para sahabat Nabi SAW, Melaksanakan petunjuk dari al-qur’an dan sunah rosul tersebut.
B.     Aliran-aliran ASWAJA:aliran Al-Asy’ariyah dan Al-Maturidi
C.     Ajaran ASWAJA:Sifat Tuhan, Melihat Tuhan Di akhirat, Perbuatan dosa, besar, Perbuatan manusia,Perbuatan Allah, dll
D.    Doktrin ASWAJA: Doktrin Keislaman, keihsanan dan ke imanan.
E.     Metodologi pemikiran ASWAJA;Tasawuth, Tawazun, Ta’adul’ Tasamuh.
F.      Tujuannya untuk mengamalkan Ajaran Rosulullah dan mengikuti jejak para sahabat serta menjadi khoirul umah dalam ridho allah SWT







DAFTAR PUSTAKA

Masduki ach.K.H. Drs, konsep dasar pengertian Ahlus sunnah Wal Jama’ah, Pelita Dunia, surabaya.
Purna siswa Aliyah, Aliran-aliran Teologi islam, Ponpes lirboyo, kediri,2008.
Rozak, Abdul  dan Anwar, Rosihan, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung,2007.
Baehaqi Imam, Kontroversi ASWAJA, LkiS, Yogyakarta,2000.


[1] Purna siswa Aliyah, Aliran-aliran Teologi Islam (jawa timur:Maddrasah hidayatul Mubtadi’in 2008), 165
[2] K.H. Masduki ach, Konsep Dasar Pengertian Ahlus sunnah Wal Jama’ah, 38-39
[3] Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung:CV Pustaka Setia,2007),120-124
[4] Imam Baehaqi, Kontroversi Aswaja, (Yogyakarta:Gambiran UHV,2000),70
[5] Abdul Rozak dan Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, 124-131
[6] Imam Baehaqi, Kontroversi Aswaja, (Yogyakarta:Gambiran UHV,2000),

Presented By: wahid amiruddin Muhlis Ti.a 2010/2011 STAIN PONOROGO

Khowarij dan Murji'ah


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ALIRAN KHAWARIJ DAN MURJI’AH”.  Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas matakuliah STUDI KALAM.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan tidak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada ibu dosen, Siti Aminah Sahal, M.H yang telah membimbing penulis.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan saran yang bersiifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun kepada pembaca umumnya.

Ponorogo,01 Juni 2011



Penulis












DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Rumusan Masalah
C.     Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A.    Khawari’j
1.      Latar Belakang Kemunculan Khawari’j
2.      Doktrin – Doktrin Pokok Khawarij
3.      Perkembangan Khawari’j
B. Murji’ah
            1. Pengertian dan Latar Belakang Kemunculan Murji’ah
2. Doktrin – doktrin Murji’ah
3. Sekte – sekte Murji’ah

BAB III PENUTUP
                 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana kita ketahui bahwa begitu banyak aliran-aliran yang muncul dalam proses perkembangan ilmu kalam sehingga banyak pertanyaan-pertanyaan yang mungkin timbul dari diri kita tentang apa dan bagaimana aliran-aliran tersebut. Diantaranya adalah khawarij dan murji’ah yang akan kita bahas dalam makalah ini. Dari sini kita bisa melihat seluk beluk dan juga permasalahan-permasalahan yang timbul akibat pemikiran yang digagas oleh orang-orang yang menganut khawarij maupun murjiah.

  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka terdapat beberapa masalah yang perlu dibahas, yaitu:
  1. Bagaimana Latar Belakang munculnya Khawarij dan Murji’ah ?
  2. Apa saja doktrin – doktrin dalam kelompok Khawari’j dan Murji’ah ?
  3. Bagaimana Perkembangan Khawarij ?
  4. Apa saja sekte – sekte dalam kelompok Murji’ah ?

  1. Tujuan Penulisan
Tujuan Penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana sejarah atau latar belakang, doktrin - doktrin serta perkembangan dari Khawarij dan Murji’ah.









BAB II 
PEMBAHASAN

  1. Khawarij
1.      Latar Belakang Kemunculan Khawari’j
Secara etimologis kata khawri’j berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam. Kelompok ini bisa disebut khawarij atau kharijiyah.
Sedangkan yang dimaksud khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim, dalam perang Siffin pada tahun 37 H/ 648 M, dengan kelompok bughat(pemberontak) Muawiyah bin Abi Sofyan perihal persengketaan khilafah.[1]

Adanya nama Khawari’j didasarkan pada surat An-Nisa ayat 100: [2]


Artinya:
“Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.”
(QS. An-Nisa:100)
Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara Mu’awiyah berada di pihak yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi Khawri’j pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hamper diraih itu menjadi raib. [3]
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra seperti  Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi, dan Zaid Asytar (komandan pasukannya) untuk menghentikan peperangan. [4]
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam) nya, tetapi orang-orang Khawari’j menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Mu’awiyah menjadi khalifah pengganti Ali. Mereka membelot dengan mengatakan,”Mengapa kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada disisi Allah. “Imam Ali menjawab, “Itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru. “Pada saat itu juga orang-orang khawari’j keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju Hurura. Itulah sebabnya Khawari’j disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah dan Al-Mariqah. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Muawiyah dan juga kepada Ali.[5]

2.      Doktrin-Doktrin Pokok Khawarij
Doktrin-doktrin pokoknya antara lain:[6]
  1. Doktrin politik
1)      Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam
2)      Khalifah tidak harus berasal dari keturunan arab. Dengan demikian setiap orang muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
3)      Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
4)      Khalifah sebelum Ali (Abu Bkar, Umar, dan Utsman) adalah sah. Tetapi setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah meyeleweng.
5)      Khalifah Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyeleweng.
6)      Muawiyah dan Amr bin Al-Ash serta Abu Musa Al-Asy’ari juga dianggap menyeleweng dan telah menjadi kafir
7)      Pasukan Perang Jamal yang melawan Ali juga kafir
  1. Doktrin Teologi dan Sosial
1)      Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim, sehingga harus dibunuh. Mereka juga menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula
2)      Adanya Wa’ad dan Wa’id (orang yang baik harus masuk surge, sedangkan orang yang jelek harus masuk neraka)
3)      Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka
4)      Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng
5)      Amar ma’ruf nahi munkar
6)      Memalingkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tampak mutasabihat (samar)
7)      Qur’an adalah makhluk
8)      Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Sebagian ada yang berpendapat bahwa Khawarij bisa dikatakan sebagai partai politik. Dalam kelompok khawarij politik merupakan doktrin sentral bagi mereka. Disamping itu orang-orang khawarij dikenal sebagai orang-orang yang keras dalam pelaksanaan ajaran agama. Dan adanya wa’ad dan wa’id. Doktrin teologi – sosial memperlihatkan kesalihan asli kelompok Khawarij sehingga sebagian pengamat menganggap  doktrin ini lebih mirip dengan doktrin Mu’tazila, meskipun kebenarannya dalam wacana kelompok Khwarij dikaji lebih mendalam.[7] 

3.      Perkembangan Khawarij
Khawarij telah menjadikan imamah-khalifah (politik) sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin doktrin teologis lainnya. Khawarij dikenal sebagai kelompok yang radikal sehingga apabila ada aliran yang memiliki sifat yang sama maka bisa dikategorikan sebagai aliran khawarij.[8] Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok Khawarij menyebabkan mereka sangat rentan pada perpecahan baik secara internal kaum Khawarij sendiri, maupun secara eksternal dengan sesama kelompok Islam lainnya. Al-Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah terpecah menjadi 18 subsekte. Adapun, Al-Asfarayani, seperti dikutip Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte. [9]Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahan Khawarij, tokoh-tokoh di atas sepakat bahwa subsekte Khawarij yang besar terdiri dari delapan macam, yaitui: [10]
  1. Al-Muhakkimah
  2. Al-Azriqah
  3. An-Nadjat
  4. Al-Baihasiyah
  5. Al-Ajaridah
  6. As-Saalabiyah
  7. Al-Abadiyah
  8. As-Sufriyah
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hukum bagi orang yang berbuat dosa besar, apakah ia masih dianggap mukmin atau telah menjadi kafir. Doktrin teologi ini tetap menjadi primadona dalam pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya pelengkap saja. Sayangnya, pemikiran pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis daripada teoretis, sehingga kriteria mukmin atau kafirnya seseorang  menjadi tidak jelas. [11]

  1. Al Murji’ah

  1. Pengertian dan Latar Belakang Kemunculan Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari Al-Irjo’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penanggungan dan pengharapan. Dengan demikian, mereka berdiri di seberang yang berlawanan dengan Khawarij dan aqidah mereka kebalikan yang sempurna dari aqidah Khawarij, Mazhab mereka ini dapat diungkapkan dengan bahasa kekinian sebagai Mazhab Tasamu (toleransi), yakni toleransi agama antara kelompok orang mukmin dalam batas-batas Islam. Tidak ada saling mengkafirkan dan tidak ada pula saling mengutuk. [12]
Kelahiran Firqah Murji’ah tidak begitu jelas,tetapi dapat dibatasi waktu     munculnya   yaitu pada dekade-dekade terakhir dari abad pertama.  Firqah ini lahir ini sebagai efek antitesis atau reaksi terhadap kehiperbolisan khawarij dalam aqidah mereka dari segi pengafiran dan keberkerasan bahwa amal adalah bagian yang tidak terpisahkan dari iman. Menurut Khawarij pelaku dosa besar bukanlah seorang mukmin. Orang-orang Murji’ah  mengatakan pendapat yang sebaliknya, iman adalah ma’rifatullah (mengenal Allah) tunduk, dan cinta kepada-Nya dengan hati. Adapun ketaaatan-ketaaatan lain selain itu bukanlah dari iman dan meninggalkannya tidak merusak hakikat iman,tidak disiksa apabila iman tersebut murni dan keyakinan benar.Pendapat ini diriwayatkan dari Yunus bin Aun an Numairi, yaitu salah seorang pelopor pendiri mazhab ini dan kepadanya dinisbatkan Firqah Yunusiyah dari Murji’ah.[13]
Diantara pendapat-pendapat mereka yang mahsyur  sebagai peribahasa dari mereka adalah maksiat atau kedurhakaan tidak merusak selama beriman, sebagaimana ketaatan tidak berguna selama beriman,  sebagaimana ketaatan tidak berguna bersama kekafiran. Muqatil bin Sulaiman berkata, dia  termasuk golongan ini, “Bahwasanya kemaksiatan tidak akan merusak neraka, “Ghassan al Kufi mengatakan, “Iman itu bertambah dan tidak berkurang”.[14]
  1. Doktrin-doktrin Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam.[15]Adapun di bidang teologi, doktrin irja dikembangkan Murji’ah ketika menanggapi persoalan-persoalan teologis yang muncul saat itu. Pada perkembangan berikutnya, persoalan-persoalan yang ditanggapinya menjadi semakin kompleks sehingga mencakup iman, kufur, dosa besar dan ringan (mortal and venial sains), tauhid, tafsir Al-Qur’an, ekskatologi, pengampunan atas dosa besar, kemaksuman nabi (the impeccability of the profhet), hukuman atas dosa (punishment of sins), ada yang kafir hakikat Al-Qur’an, nama dan sifat Allah, serta ketentuan Tuhan (predestination).[16]
Kaum Murji’ah dibagi menjadi dua golongan besar:
a.       Golongan Moderat
Teolog muslim mendasarkan iman pada 3 faktor utama,yaitu:
1)      Tasdiq (membenarkan dengan hati)
2)      Iqrar (pengakuan lisan)
3)      Amal (perbuatan patuh atau baik)
Murjiah telah mengangkat masalan pertam dan kedua tersebut secara positif yakni dengan menekankan pentingnya kedua factor tersebut, sedangkan mereka mengangkat masalah ketiga secara negatif yakni dengan menolak kepentingan esensialnya menurut konsep iman.[17]tetapi golongan moderat tidak menolak secara mutlak nilai amal. Tetapi paling tidak mereka tidak menganggapnya sebagai salah satu dari yang iman. Mereka lebih menganggapnya sebagai hal yang sekunder. Sementara dalam hal pelabelan kafir, golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan tidak kekal dalam neraka. Tetapi akan dihukum dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukannya dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya.

b.      Golongan Ekstrim
Menurut golongan ini, iman itu hanya didasarkan pada dua factor yaitu tasdiq dan iqrar sehingga mereka benar-benar menolak amal. Menurut mereka iman itu tempatnya hanya dalam hati dan lisan saja, bukan pada anggota tubuh yang lain sehingga amal benar-benar tidak dipertimbangkan.[18]

  1. Sekte-sekte Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah tampaknya dipicu oleh perbedaan pendapat (bahkan hanya dalam hal intesitas) dikalangan para pendukung Murji’ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya antara lain adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang pengamat sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak diklaim oleh penganut lain. Tokoh yang dimaksud adalah Washil bin Atha dari Mu’tazilah dan Abu Hanifah dari Ahlus Sunnah. Oleh karena itulah, Ash-Syahrastani, seperti dikutip oleh Watt, menyebutkan sekte-sekte Murji’ah sebagai berikut:[19]
a.      Murji’ah-Khawari’j
b.      Murji’ah-Qadariyah
c.       Murji’ah-Jabariyah
d.      Murji’ah Murni
e.       Murji’ah Sunni (tokohnya adalah Abu Hanifah)
Golongan Murji’ah dibagi kedalam 2 kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim. Golongan moderat mengatakan orang yang berdosa besar bukan kafir tetapi mukmin dan tidak kekal dalam neraka. Mereka lakukan dan kemudian masuk surga. Namun ada pula kemungkinan Tuhan mengampuni mereka sehingga mereka tidak masuk neraka sama sekali.[20]
Golongan yang ekstrim dipelopori oleh Jahm Ibn Shafwan. Menurut Jahm, orang islam yang percaya kepada Tuhan kemudian mengatakan kafir secara islam, belumlah menjadi kafir karena iman dan kufur terletak dalam hati, bukan dalam bagian lain dari tubuh manusia bahkan orang itu tidak menjadi kafir, walaupun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran agama lain, menyembah salib dan kemudian meninggal. Orang-orang itu bagi Allah tetap mukmin yang sempurna karena iman bagi golongan Murji’ah terletak dalam hati, hanya Tuhan yang mengetahui, timbullah dalam pendapat mereka bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan jahat tidak merusak iman. Jika seseorang mati dalam keadaan beriman, dosa-dosa dan pekerjaan jahat yang dilakukannya tidak akan merugikan orang itu.[21]
























BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

            Secara etimologis kata khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Terdapat beberapa doktrin pokok dalam kaum Khawarij. Doktrin yang dikembangkan kaum Khawari’j dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan sosial. Dalam perkembangannya subsekte Khawari’j yang besar terdiri dari delapan macam.
            Murji’ah diambil dari Al-Irjo’, yaitu menunda, menangguhkan, mengakhirkan: mungkin karena mereka mengakhirkan tingkatan amal dari iman, atau kah mereka menangguhkan hukuman terhadap pelaku dosa besar sampai hari qiamat, dan menyerahkan perkaranya kepada Tuhannya. Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Di bidang politik, doktrin irja diimplementasikan dengan sikap politik netral atau nonblok, yang hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Golongan Murji’ah dibagi kedalam 2 kelompok besar yaitu golongan moderat dan ekstrim.















DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Rosihon. Abdul Rozak. Ilmu Kalam.  2003.  Bandung: Pustaka Setia
Afrizal , M ,Ibn Rusyid . Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam.  Jakarta : Erlangga
Dhiauddin Rais, Muhammad. Teori Politik Islam. 2001.Jakarta: Gema Insani Press
Izutsu, Toshihiko. Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam. 1994.Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya
Nasution, Harun. Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran. 1995. Bandung: Mizan


[1] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung : Pustaka Setia, 2007) hlm 49
[2] Muhammad Ahmad , Tauhid Ilmu Kalam (Bandung :CV Pustaka Setia,1997) hlm 151
[3] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, hlm 50
[4] Ibid
[5] Ibid.. hlm 51
[6] Ibid
[7] Ibid .. hlm 53
[8] Harun Nasution, Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, (Bandung : Mizan), hal: 124.
[9] Ibid .. hlm 54
[10] Ibid .. hlm 55
[11] Ibid
[12] Ibid .. hlm 56
[13]Muhammad Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam (Jakarta : Gema Insani Press, 2001) hlm 260
[14] Ibid hlm 261
[15] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam (Bandung : Pustaka Setia, 2007) hlm 58
[16] Ibid
[17] Thoshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan Dalam Teologi Islam, hal 106-107.
[18] Ibid, hal 110.
[19] Ibid .. hlm 59
[20] Afrizal M, Ibn Rusyid  Tujuh Perdebatan Utama dalam Teologi Islam (Jakarta: Erlangga)
[21] Ibid

Presented by: TI.a 2010/2011  STAIN PONOROGO

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Online Project management